Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945,
Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda menjadi wilayah
Indonesia, termasuk bagian barat dari Pulau Papua. Namun demikian, pihak
Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi
Kerajaan Belanda. Mengapa Belanda ngotot dengan wilayah ini? Ternyata
sejak tahun 1936 sebenarnya Belanda sudah tahu bahwa di wilayah tersebut
terdapat salah satu cadangan tembaga dan emas terbesar di dunia.
Melalui ahli geologinya yang bernama Jean-Jacques Dozy, temuan cadangan
tersebut bahkan dilaporkan dan diumumkan secara resmi pada tahun 1939.
Tidak heran kemudian yang berhasil mengolah kekayaan alam tersebut hingga kini adalah salah satu perusahaan yang paling profitable di dunia asal Amerika yang bernama Freeport McMoran. Di situs resmi perusahaan ini pun mereka mengakui bahwa "Our Grasberg mining complex is one of the world's largest single producers of both copper and gold, and contains the largest recoverable reserves of copper and the largest single gold reserve in the world".
Di sinilah kapitalisme mulai masuk mengolah hampir seluruh sumber-sumber kekayaan penting negeri ini. Belakangan memang ada segelintir pengusaha Indonesia yang juga ikut mendanai project-project raksasa ini. Lagi-lagi hanya segelintir ini pula yang akhirnya ikut menikmati.
Lantas apa solusinya secara syariah agar kita bisa mengatasi masalah ini? Islam tidak mendorong harta terpusat pada segelintir orang yang sangat kaya, meskipun keberadaan orang yang sangat kaya ini juga tidak dilarang di Islam, bahkan salah satu sahabat yang dijamin masuk surga adalah orang terkaya di zamannya yaitu Abdul Rahman Bin 'Auf.
Kita kesulitan mencari figur seperti Abdul Rahman Bin 'Auf di zaman ini, maka sebenarnya ada jalan bagi orang-orang kecil seperti kita untuk terlibat dalam investasi raksasa non Islami untuk kepentingan umat ini. Bila tembaga, emas, minyak, gas bumi sudah terlanjur dikuasai kapital-kapital raksasa dunia; bukankah masih banyak kekayaan negeri ini yang belum terolah dengan baik! Negeri yang terkaya di dunia dari segi keanekaragaman hayati ini, memiliki sumber kekayaan laut, kekayaan hutan, sumber bahan pangan dari jamur yang subhanallah efisiennya, curah hujan yang tidak habis untuk membangun industri pertanian, peternakan dan lain sebagainya. Inilah green investment yang akan menjadi unggulan investasi masa depan yang kesempatannya masih ada di kita.
Lantas bagaimana umat ini bisa sebanyak mungkin terlibat dalam pengelolaan kekayaan negeri ini yang seharusnya kelak juga ikut menikmatinya? Di Indonesia pola kerja secara syariah ini sebenarnya sudah banyak formatnya. Salah satunya adalah dengan pola Mudharabah; yang punya keahlian bertindak sebagai Mudharib, yang punya dana bertindak sebagai Shahibul Mal. Mudharib bisa berupa sekelompok orang yang ahli dibidangnya.
Yang jadi pertanyaan adalah lantas siapa yang akan menjadi Shahibul Mal-nya untuk proyek-proyek raksasa ini? bukan segelintir orang tapi seharusnya adalah kita semua.
Setidaknya ada tiga pintu formal dimana kita bisa menggerakkan dana masyarakat secara besar-besaran untuk investasi di negeri ini, yakni pasar modal, koperasi, dan perbankan. Ada satu produk perbankan syariah yang menurut saya pribadi akan sepenuhnya sesuai dengan syariah karena pihak Shahibul Mal akan tahu persis dananya digunakan untuk apa, risiko investasi dan harapan hasilnya seperti apa, dan siapa pengelola usaha (mudharib) yang sesungguhnya - produk ini adalah apa yang disebut Mudharabah Muqayyadah. Produk inilah yang nantinya insya Allah bisa menjadi pembeda yang nyata dan dapat mengunggulkan bank syariah dibanding bank konvensional yang ribawi.
Bila investasi tersebut langsung ke Indolaban pengelola project industry ini, banyak masalah perlu diantisipasi. Pertama benturan dengan peraturan pasar modal dan perbankan, kedua adalah sistem kerjasama one (mudharib) to many (shahibul mal) yang tentu tidak mudah untuk dirumuskan dan ketiga pekerjaan administratif untuk mengatur kapan dana disetor, kapan dana boleh ditarik, bagaimana bagi hasil dihitung dan kapan didistribusikan.
Dengan pola pembiayaan yang menguntungkan semua pihak ini, sungguh kita bisa berharap bahwa nantinya sumber kekayaan negeri ini dapat dikelola oleh mudharib-mudharib dari para professional umat ini sendiri, dan didanai oleh umat secara luas sehingga tidak terjadi penumpukan kapital dan kemakmuran di golongan tertentu.
Muhaimin Iqbal
Rumah Zakat
(mbs)
0 komentar:
Post a Comment