Jakarta - Meski telah mendapat pengarahan penggunaan
tabung elpiji 3 Kg oleh PT Pertamina (Persero), warga RT 11 & 12 RW
11 Kelurahan Bintaro, Pesanggrahan Jakarta mengaku masih 'ngeri'
terjadi ledakan seperti yang terjadi di beberapa wilayah lainnya.
Menurut salah satu warga di RT 11, Lina, dirinya sampai saat ini merasa was-was jika memakai kompor gas elpiji 3 Kg. Padahal Lina merupakan salah satu warga yang didatangai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan.
"Suka lihat di TV (televisi), meleduk ini-itu. Saya takut, jangan-jangan ada apa-apa," keluh Lina saat ditemui di rumahnya, Kelurahan Bintaro Jakarta,
Minggu (1/8/2010).
Hal yang sama juga diceritakan salah satu warga lain, yang enggan menyebutkan nama. Dirinya terpaksa menggunakan elpiji 3 Kg, karena tidak adastok minyak tanah di pasaran.
"Karena nggak ada minyak, ya pakai gas. Tapi dengan hati was-was. Kita lihat di TV-TV kan ngeri," tegasnya.
Dirut Pertamina Karen Agustiawan belakangan ini, sebenarnya telah melakukan sosialisasi mengenai penggunaan elpiji 3 Kg, khususnya pemukiman padat penduduk.
Seperti diakui ketua RT 12 RW 11, Sa'an, warga di lingkungan Kelurahan Bintaro termasuk pemukiman padat penduduk, dan 95% diantaranya telah melakukan program konversi minyak tanah ke elpiji sejak tahun 2007.
"Alhamdulillah disini belum ada kayak gitu (ledakan). Tapi kita ingin warga pada tahu semua, biar nggak salah," ujar Sa'an saat berbincang dengan
detikFinance.
Pemerintah, melalui Pertamina memang tengah menggalakkan sosialisasi penggunaan kompor gas elpiji 3 Kg. BUMN Migas ini berusaha menarik selang dan regulator yang dianggap tidak standar dan dipakai masyarakat.
Selang dan Regulator baru yang ditukar, dihargai masing-masing Rp 15.000 dan Rp 20.000, namun ternyata ada warga yang tetap menginginkannya secara gratis.
"Apa bisa gratis," celoteh Sudirman salah satu warga diirinngi riuh dari warga lainnya.
Kepala Operasi Region II Pertamina Muhammad Toriq pun langsung menjawab bahwa soal gratis atau tak gratis adalah tugas pemerintah, sedangkan Pertamina hanya pelaksana saja.
Dirinya pun mengaku, saat program konversi awal dilaksanakan tahun 2007, belum ada tabung ataupun aksesoris bercap SNI. Pasalnya, waktu itu
tidak menjadi dasar yang diminta pemerintah.
"2007 sampai 2008 awal pabrikan belum dipersyaratkan untuk menuliskan SNI oleh pemerintah. Tapi 2008 (akhir) sudah dipersyaratkan," imbuhnya.
(wep/hen)
Menurut salah satu warga di RT 11, Lina, dirinya sampai saat ini merasa was-was jika memakai kompor gas elpiji 3 Kg. Padahal Lina merupakan salah satu warga yang didatangai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan.
"Suka lihat di TV (televisi), meleduk ini-itu. Saya takut, jangan-jangan ada apa-apa," keluh Lina saat ditemui di rumahnya, Kelurahan Bintaro Jakarta,
Minggu (1/8/2010).
Hal yang sama juga diceritakan salah satu warga lain, yang enggan menyebutkan nama. Dirinya terpaksa menggunakan elpiji 3 Kg, karena tidak adastok minyak tanah di pasaran.
"Karena nggak ada minyak, ya pakai gas. Tapi dengan hati was-was. Kita lihat di TV-TV kan ngeri," tegasnya.
Dirut Pertamina Karen Agustiawan belakangan ini, sebenarnya telah melakukan sosialisasi mengenai penggunaan elpiji 3 Kg, khususnya pemukiman padat penduduk.
Seperti diakui ketua RT 12 RW 11, Sa'an, warga di lingkungan Kelurahan Bintaro termasuk pemukiman padat penduduk, dan 95% diantaranya telah melakukan program konversi minyak tanah ke elpiji sejak tahun 2007.
"Alhamdulillah disini belum ada kayak gitu (ledakan). Tapi kita ingin warga pada tahu semua, biar nggak salah," ujar Sa'an saat berbincang dengan
detikFinance.
Pemerintah, melalui Pertamina memang tengah menggalakkan sosialisasi penggunaan kompor gas elpiji 3 Kg. BUMN Migas ini berusaha menarik selang dan regulator yang dianggap tidak standar dan dipakai masyarakat.
Selang dan Regulator baru yang ditukar, dihargai masing-masing Rp 15.000 dan Rp 20.000, namun ternyata ada warga yang tetap menginginkannya secara gratis.
"Apa bisa gratis," celoteh Sudirman salah satu warga diirinngi riuh dari warga lainnya.
Kepala Operasi Region II Pertamina Muhammad Toriq pun langsung menjawab bahwa soal gratis atau tak gratis adalah tugas pemerintah, sedangkan Pertamina hanya pelaksana saja.
Dirinya pun mengaku, saat program konversi awal dilaksanakan tahun 2007, belum ada tabung ataupun aksesoris bercap SNI. Pasalnya, waktu itu
tidak menjadi dasar yang diminta pemerintah.
"2007 sampai 2008 awal pabrikan belum dipersyaratkan untuk menuliskan SNI oleh pemerintah. Tapi 2008 (akhir) sudah dipersyaratkan," imbuhnya.
(wep/hen)
0 komentar:
Post a Comment